INTINEWS.CO.ID, OPINI – Sebagai Pengetahuan, dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, yang mengatur ketentuan sebagai Pengacara atau Advokat (Lawyer). Menilik dari UU tersebut, ada sanksi hukum yang bukan Advokat dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat.

Jiffry Umboh, SH, yang merupakan kuasa hukum berita online www.intinews.co.id dan www.persnews.info menuturkan bahwa profesi Advokat itu ada UU nya, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
“Pengacara/Advokat dalm UU No.18 Tahun 2003 di BAB II tentang Pengangkatan, Sumpah, Status, Pendidikan, dan Pemberhentian Advokat. Di BAB II tentang Pengawasan, Lalu di BAB IV tentang Hak dan Kewajiban Advokat. Dalam UU ini semua mengatur dengan jelas tentang profesi Advokat, jadi semua orang yang punya gelar Sarjana Hukum (SH) belum bisa disebut sebagai Pengacara/Advokat,” ucap Jiffry Umboh, SH, (14/2).
Jiffry Umboh menjelaskan,
“Di UU tersebut pada Pasal 30, (1) Advokat yang dapat menjalankan pekerjaan profesi Advokat adalah yang diangkat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Lalu pada (2) Setiap Advokat yang diangkat berdasarkan Undang-Undang ini wajib menjadi anggota Organisasi Advokat,” jelas Jiffry, (14/2).
Lanjut Jiffry Umboh, SH, yang dulunya merupakan Aktivis’98,
“Atribut yang dipakai seorang Pengacara/Advokat dalam persidangan itu sakral, semua orang yang bukan resmi sebagai Pengacara/Advokat tidak boleh semena-mena memakai atribut/baju tersebut,” terang Jiffry, (14/2).
Jiffry Umboh, SH, menjelaskan bahwa pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat di BAB XI, KETENTUAN PIDANA, Pasal 31, yaitu:
“Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) rupiah“
Menutup pembicaraannya Jiffry Umboh, SH, yang dulunya waktu jadi mahasiswa tergabung di Forum Kota (FORKOT) menegaskan,
“Oleh sebab itu, bagi siapapun dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam UU No.18/2003 ini, maka bisa dikenakan pidana penjara dan denda!,” tegas Jiffry Umboh, SH, (14/2).
Atribut atau “Toga” yang dipakai oleh Advokat dalam persidangan selayaknya jangan digunakan dengan semena-mena baik dengan sengaja maupun tidak sengaja oleh orang yang belum resmi menjadi Advokat/Pengacara. Perlu diketahui bahwa sesuai UU Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, seorang Advokat/Pengacara juga mempunyai kode etik, organisasi Advokat/Pengacara dan Dewan Kehormatan Advokat.
KODE ETIK dan DEWAN KEHORMATAN ADVOKAT
Pasal 26
- (1) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun kode etik profesi Advokat oleh Organisasi Advokat.
- (2) Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
- (3) Kode etik profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
- (4) Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
- (5) Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
- (6) Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan tanggung jawab pidana apabila pelanggaran terhadap kode etik profesi Advokat mengandung unsur pidana.
- (7) Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi Advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Pasal 27
- (1) Organisasi Advokat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi Advokat baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
- (2) Dewan Kehormatan di tingkat Daerah mengadili pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan di tingkat Pusat mengadili pada tingkat banding dan
terakhir. - (3) Keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsurAdvokat.
- (4) Dalam mengadili sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Kehormatan membentuk majelis yang susunannya terdiri atas unsur Dewan Kehormatan, pakar atau tenaga ahli di bidang hukum dan tokoh masyarakat.
- (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, dan kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat diatur dalam Kode Etik.
(Redaksi/San San M O)