PENGETAHUAN

Penjelasan Persoalan Hak Dan Penyelesaian Tentang Tanah

INTINEWS.CO.ID, PENGETAHUAN Tidak sedikit masyarakat awam yang masih tidak mengetahui bagaimana menyelesaikan masalah yang timbul dengan kepemilikan hak atas tanah. Berikut ini penjelasan persoalan Hak dan Penyelesaian tentang tanah.

Penjelasan Persoalan Hak Dan Penyelesaian Tentang Tanah
Foto tangkapan layar di Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional  Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, oleh Ogi “Jhenggot”

Tidak dipungkiri dan menjadi rahasia umum bahwa dalam hal “Tanah” ada oknum-oknum yang tampak sangat masif dalam menyulap, berkolusi dan lain-lainnya membuat yang ilegal menjadi legal. Namun menjadi pertanyaan adalah dimana aparat hukum menindak tegas siapapun yang membuat hal yang ilegal menjadi legal atau aspal (asli tapi palsu)?

Kerumitan yang timbul adanya sengketa dengan pihak lainnya, sehingga kebanyakan masyarakat awam mungkin merasakan ribet, berkeluh kesah dan bahkan kesal ketika pengurusan rangkaian membatalkan sertifikat hak atas tanah.

Baca juga: Soal Tanah Advokat Jiffry.V.W UMBOH, SH & Associates Kuasa Hukum Yayasan Pelayanan Kasih Bapa Angkat Bicara

Diperlukannya memahami pengertian hak atas tanah. Jika merujuk sesuai amanat Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional  Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, pada BAB I, Pasal 1, dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Tanah Negara atau Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara yang selanjutnya disebut Tanah Negara adalah tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah, bukan tanah wakaf, bukan Tanah Ulayat dan/atau bukan merupakan aset barang milik negara/barang milik daerah.
  2. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan.
  3. Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pemegang hak dengan tanah, termasuk ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara tanah, ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah.
  4. Tanah Hak adalah tanah yang telah dipunyai dengan sesuatu Hak Atas Tanah.
  5. Tanah Ulayat adalah tanah yang berada di wilayah penguasaan masyarakat hukum adat yang menurut kenyataannya masih ada dan tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah.
  6. Data Fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya.
  7. Data Yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.
  8. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan Hak Pengelolaan atau Hak Atas Tanah dan bertindak selaku subjek hak atau kuasanya.
  9. Penetapan Hak Pengelolaan adalah penetapan Pemerintah untuk memberikan Hak Pengelolaan di atas Tanah Negara atau pengakuan Pemerintah yang menetapkan suatu Hak Pengelolaan di atas Tanah Ulayat masyarakat hukum adat.
  10. Penetapan Hak Atas Tanah adalah penetapan Pemerintah untuk memberikan Hak Atas Tanah melalui pemberian, perpanjangan jangka waktu hak dan/atau pembaruan hak.
  11. Pemberian Hak Atas Tanah yang selanjutnya disebut Pemberian adalah penetapan Pemerintah yang memberikan suatu Hak Atas Tanah di atas Tanah Negara atau di atas Hak Pengelolaan.
  12. Pemberian Hak Secara Individual adalah pemberian hak atas sebidang tanah kepada perorangan atau badan hukum atau kepada beberapa orang atau badan hukum secara bersama sebagai penerima hak bersama yang dilakukan dengan 1 (satu) penetapan pemberian hak.
  13. Pemberian Hak Secara Kolektif adalah pemberian hak atas beberapa bidang tanah masing-masing kepada perorangan atau badan hukum atau kepada beberapa orang atau badan hukum sebagai penerima hak, yang dilakukan dengan 1 (satu) penetapan pemberian hak.
  14. Pemberian Hak Atas Tanah Secara Umum adalah pemberian hak atas sebidang tanah kepada pihak yang memenuhi syarat yang dilakukan dengan 1 (satu) penetapan pemberian hak.
  15. Perpanjangan Jangka Waktu Hak yang selanjutnya disebut Perpanjangan adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak.
  16. Pembaruan Hak yang selanjutnya disebut Pembaruan adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak setelah jangka waktu berakhir atau sebelum jangka waktu perpanjangannya berakhir.
  17. Perubahan Hak adalah penetapan Pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan sesuatu Hak Atas Tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya, menjadi Tanah Negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan Hak Atas Tanah jenis lainnya.
  18. Peralihan Hak Atas Tanah adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang Hak Atas Tanah untuk mengalihkan hak kepada pihak lain.
  19. Pelepasan Hak adalah perbuatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang Hak Pengelolaan atau Hak Atas Tanah dengan tanah yang dikuasainya untuk menjadi Tanah Negara atau Tanah Ulayat.
  20. Panitia Pemeriksaan Tanah A yang selanjutnya disebut Panitia A adalah panitia yang mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian Data Fisik maupun Data Yuridis dalam rangka penyelesaian permohonan Penetapan Hak Pengelolaan, Pemberian Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, serta penegasan konversi/pengakuan Hak Atas Tanah.
  21. Panitia Pemeriksaan Tanah B yang selanjutnya disebut Panitia B adalah panitia yang mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian Data Fisik maupun Data Yuridis dalam rangka penyelesaian permohonan Pemberian, Perpanjangan atau Pembaruan Hak Guna Usaha.
  22. Petugas Konstatasi adalah petugas yang mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian Data Fisik maupun Data Yuridis dalam rangka penyelesaian permohonan Pemberian Hak Atas Tanah yang berasal dari tanah yang sudah pernah terdaftar termasuk Hak Atas Tanah di atas tanah Hak Pengelolaan, serta Perpanjangan dan Pembaruan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dengan jangka waktu.
  23. Tanah Telantar adalah Tanah Hak, tanah Hak Pengelolaan atau tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah yang sengaja tidak
    diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, atau tidak dipelihara.
  24. Tanah Reklamasi adalah tanah hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan hukum dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurukan, pengeringan lahan atau drainase.

Jika tanah tersebut adalah hak atau milik sendiri berdasarkan “kebenaran” (bukan berdasarkan “mal administarsi” atau “akal-akalan”) kenapa mesti takut memperjuangkannya?

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional  Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, pada BAB II, PERSIAPAN PERMOHONAN HAK PENGELOLAAN dan HAK ATAS TANAH, Bagian Kesatu, Perolehan Tanah, Pasal 3, angka:

  • (1) Sebelum mengajukan permohonan Hak Pengelolaan atau Hak Atas Tanah, Pemohon harus memperoleh dan menguasai tanah yang dimohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuktikan dengan Data Fisik dan Data Yuridis bidang tanah.
  • (2) Perolehan tanah dalam rangka permohonan Hak Pengelolaan atau Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
    a. Tanah Negara;
    b. Tanah Hak; dan/atau
    c. kawasan hutan negara.
  • (3) Selain tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) permohonan Hak Pengelolaan juga dapat berasal dari Tanah Ulayat.
  • (4) Dalam hal permohonan Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan, perolehan tanah didasarkan atas perjanjian pemanfaatan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan.

Pada Pasal 17 nya, berbunyi:

“Dalam hal tanah Hak Pengelolaan berasal dari Tanah Ulayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dapat dimohon sepanjang di atas Tanah Ulayat belum dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah atau tidak masuk dalam kawasan hutan negara atau cagar budaya”

Baca juga: Kabar Gembira Petani Miskin Dan Orang Tak Punya Lahan Akan Bisa Miliki Tanah HGU Dan HGB Telantar

Pembatalan sertifikat hak atas tanah bisa dilakukan.

Salah satu yang menjadi alasan pembatalan sertifikat hak atas tanah bisa dilakukan adalah sertifikat hak atas tanah tersebut terdapat cacat hukum secara administrasi sewaktu penerbitannya.

Sesuai berdasarkan amanat di Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan /Permen Agraria/BPN 9/1999, pada pasal 1, angka 14.

Dalam aturan tersebut, pembatalan hak atas tanah diartikan sebagai pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah. Dengan batalnya sertifikat hak atas tanah, maka batal pula hak atas tanah tersebut.

Selain karena alasan administratif, sertifikat hak atas tanah bisa dibatalkan apabila dalam hal ada pihak lain yang dapat membuktikan suatu bidang tanah yang diterbitkan sertifikat itu adalah secara sah dan nyata miliknya. Tentunya dengan didukung oleh putusan pengadilan yang telah inkracht.

Cara Membatalkan Sertifikat Hak Atas Tanah, terdapat 3 cara untuk membatalkan sertifikat hak atas tanah, diantaranya:

  1. Permintaan Pembatalan Kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN. Pembatalan Sertifikat dapat dilakukan di luar pengadilan dengan mengajukan surat kepada Menteri/Kepala BPN/ Kementrian Agraria dan Tata Ruang. Adapun alasan yang mendasari yakni karena adanya cacat hukum secara administratif, misalnya terdapat kesalahan perhitungan luas tanah, sehingga menyerobot tanah lainnya. Sebagaimana diatur pada Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999. Ataupun karena adanya tumpeng tindih hak atas tanah, kesalahan prosedural, atau pemalsuan surat. Dalam hal ini, maka Anda dapat membuat permohonan tertulis yang ditujukan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Dalam pengajuan permohonan, Anda diminta untuk melampirkan sejumlah berkas, seperti fotokopi surat bukti identitas dan surat bukti kewarganegaraan (bagi perorangan) atau fotokopi akta pendirian (bagi badan hukum), fotokopi surat keputusan dan/atau sertifikat, berkas-berkas lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan tersebut.
  2. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jika merujuk pada Pasal 1, angka 7, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014), Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) merupakan ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, termasuk sertifikat hak atas tanah. Namun, perlu diperhatikan batas waktu untuk menggugat ke PTUN, yaitu 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat TUN. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan, gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
  3. Gugatan Perdata ke Pengadilan Negeri. Penerbitan Sertifikat diatas tanah yang sebenarnya belum sepenuhnya menjadi hak pembeli serta diikuti dengan tidak adanya itikan baik untuk membayar kewajiban kepada Anda dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Namun perlu Anda ingat adanya kadaluarsa dalam mengajukan gugatan perdata, yakni 5 (lima) tahun sejak terbitnya sertifikat, sebagaimana diatur pada Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/97). Aturan tersebut berbunyi. Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Kendati demikian kadaluwarsa tidak mutlak selama bisa dibuktikan perolehan tanah tersebut dilakukan tidak dengan itikad baik.

Maka sebelum membeli tanah pastikan tanah tersebut memiliki sertifikat yang jelas. Sengketa tanah tanpa sertifikat sering terjadi.  Jika sudah terlanjur. Anda bisa menggunakan penyelesaian sengketa tanah melalui pengadilan atau menyelesaikan sengketa tanpa perantara atau mediasi. Perhatikan hal dasar berikut ini sebelum beli tanah:

  • Ketahui tentang kepemilikan tanah secara detail/akurat
  • Cari tahu keaslian surat tanah/sertifikat atau keabsahan
  • Pastikan si penjual tanahnya
  • Melakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan
  • Mengumpulkan berbagai data autentik

Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca berita online www.intinews.co.id terkait secara garis besar penjelasan persoalan Hak dan Penyelesaian tentang tanah.

(Redaksi/Ogi “Jhenggot”)

Loading

Tinggalkan Balasan