
INTINEWS.CO.ID, KOTA BATAM – Indonesia itu negara hukum, artinya segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara serta administrasi pemerintahan harus didasarkan pada Hukum dan Segala produk perundang-undangan yang berlaku. ‘Keanehan’ di masa kesulitan pandemi Covid-19 ini entah apa yang dilandaskan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Pemko Batam melihat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 5 Orang Karyawan Tetap (Permanen) PT TDK ELECTRONICS INDONESIA. PHK atau Pemberhentian 5 pegawai permanen yang sudah bekerja bertahun-tahun (ada yang lebih 10 Tahun) itu dirasakan sepihak oleh ke 5 Orang tersebut, bahkan salah satunya ada Karyawati yang lagi hamil.
Undang-Undang di Negara Republik Indonesia sudah mengatur perihal ini, namun jadi pertanyaan apakah ini merupakan sikap ‘tutup mata’ Disanaker Pemko Batam terhadap nomenklatur kebijakan Pemerintah di masa Corona?, lalu apakah yang beginian bentuk kepemimpinan Rudi sebagai Walikota Batam?. Diketahui PT TDK ELECTRONICS INDONESIA yang beralamat di Jalan EPCOS Jaya, Blok B1-10 Kawasan Industri Panbil Muka Kuning, Kabil, Kecamatan Nongsa, Pulau Batam, Kepulauan Riau 29433, penyebabnya dikarenakan kepada 5 orang tersebut mengajukan Surat ‘MC’ (Surat Izin sakit) dari Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam.

Ajin Afyendri, Ketua DPD Federasi Serikat Pekerja Transportasi Indonesia-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPTI-SPSI) Provinsi Kepri, menerangkan bahwa buruh/pekerja wanita (Karyawati) wajib diberikan waktu istirahat melahirkan (maternity leave) bagi mereka yang hamil dan akan menjalani persalinan, ini sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia Istirahat kerja yang termasuk hak cuti karyawan.
Mengandung dan melahirkan merupakan HAK DASAR yang memiliki landasan pokok:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAK ASASI MANUSIA, pada BAB III Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia, Bagian Kedua, Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan, di Pasal 10, angka (1) ;
“Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 TAHUN 2003 Tentang KETENAGAKERJAAN, pada Pasal 82, angka (1) ;
“Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan”
Baca juga: Kembali Lanjutkan Pembahasan DIM ‘Omnibus Law’
Cuti bisa diperpanjang menurut keterangan Dokter Kandungan terdapat di bagian Penjelasan, Pasal 82 angka (1) menerangkan bahwa lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.

Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 TAHUN 2003 Tentang KETENAGAKERJAAN, memberikan Sanksi/Hukuman PIDANA kepada siapapun yang melanggar Pasal 82 karena merupakan TINDAK PIDANA KEJAHATAN, di BAB XVI, KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF, Bagian Pertama, Ketentuan Pidana, Pasal 185, angka (1) ;
“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).”
dan angka (2) ;
“Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.”
Cuti Melahirkan Wajib di Bayar Penuh
Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 TAHUN 2003 Tentang KETENAGAKERJAAN, Pasal 84 ;
“Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh.”
Ini artinya, perusahaan wajib membayar upah selama masa cuti sebesar upah bulanan yang diterima karyawan.
Istirahat Melahirkan Bersifat Fleksibel
Mengambil istirahat melahirkan bagi pekerja perempuan (persalinan) dari Dokter kandungan dihitung bisa menggunakan dengan Hari Perkiraan Lahir (HPL). Sering dijumpai bahwa HPL tidak selalu tepat karena jabang bayi akan lahir lebih cepat atau lambat dari HPL. Hal ini disebabkan karena pengaruh dari keadaan calon ibu dan bayi dalam kandungan. Di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 TAHUN 2003 Tentang KETENAGAKERJAAN pada Pasal 82 adanya pembagian pra persalinan 1,5 bulan dan pasca persalinan 1,5 bulan, akan tetapi pada faktual pengaturan istirahat (cuti) melahirkan bisa fleksibel, total cuti 3 bulan.
“Berdasarkan kenyataan terkait cuti melahirkan itu fleksibel. Misalnya pekerja perempuan mau ambil cuti persalinannya sebelum melahirkan selama 1 bulan lalu ketika melahirkan diambil cuti selama 2 bulan, total cuti 3 bulan itu diperbolehkan, yang terpenting itu secara akumulatif 3 bulan,” ucap Ajin Afyendri, Ketua DPD FSPTI-SPSI Provinsi Kepri.
Dalam hal pengajuan cuti ke HRD (personalia) sesuai keadaan (kondisi) yang dibutuhkan oleh pekerja perempuan yang mau melahirkan, yang biasanya diajukan sekitaran sebulan sebelum cuti persalinan tersebut.
“Pekerja perempuan yang mau cuti persalinan dapat mengajukan ke personalia sesuai keadaan/kondisi kesehatannya, biasanya sekitar sebulan sebelum melahirkan atau bisa saja diajukan saat setelah melahirkan bagi mereka melahirkan jabang bayinya yang tiba-tiba, prematur, maka dia tetap wajib mendapatkan hak cutinya selama 3 bulan, tidak hangus” terang Ajin.
Baca juga: Aspirasi Buruh Tolak RUU Omnibus Law
Perusahaan Tidak Bisa Melakukan Memberhentikan Pekerja Perempuan Hamil
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 TAHUN 2003 Tentang KETENAGAKERJAAN pada Pasal 153, angka (1) Pengusaha DILARANG melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :
- huruf a. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
- huruf e. pekerja/buruh perempuan Hamil, Melahirkan, Gugur kandungan, atau Menyusui bayinya;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 TAHUN 2003 Tentang KETENAGAKERJAAN pada Pasal 153, angka (2);
“Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) BATAL DEMI HUKUM dan pengusaha WAJIB mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.”
Tutup Ajin, dalam penjelasannya bahwa cuti/istirahat persalinan dan melahirkan merupakan Hak pekerja/buruh perempuan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia, dan Hak itu terpisah dari cuti tahunan (Dia tetap berhak atas cuti tahunan’nya utuh 12 hari) karena Hak cuti persalinan 3 bulan tidak membuat cuti tahunan’nya hangus atau berkurang.
Presiden Joko Widodo mengingatkan para pengusaha yang mendapatkan stimulus ekonomi di masa pandemi Covid-19 tidak melakukan PHK kepada karyawannya. (sumber Kompas.com Kompas.com – 30/04/2020, 13:26 WIB).

Rakyat kecil dalam masa tekanan kondisi Pandemi apakah masih ada masyarakat dapat keberpihakan kebenaran dari sinergi kuat bahwa kerja sama pemerintah pusat dan daerah itu harus berjalan dalam satu visi, satu arah, satu kebijakan yang solid?. Sampai saat ini 5 Karyawan tetap yang di PHK itu masih mencari keadilan yang jelas di Undang-Undang negara ini sudah mengaturnya.
Semoga para Pemimpin di Negara ini melihat kenyataan yang ‘terlihat’ ini, mungkin masih banyak lagi pekerja/buruh yang di PHK di masa pandemi Virus Corona ini yang mendapatkan perlakuan sewenang-wenang namun tak terlihat.
(Redaksi).