Senin, Mei 19, 2025

WISATA BUDAYA

Senandung Ma’badong dalam Upacara Rambusolo Toraja

INTINEWS.CO.ID, WISATA&KEBUDAYAANToraja, sebuah tanah leluhur yang masih memegang adat sebagai sebuah bagian dalam kehidupan manusia. “Orang Toraja lebih meriah dalam kematian di banding pernikahan”. Mungkin itulah gambaran yang tepat bagi siapapun yang menyaksikan rangkaian upacara Rambusolo.

Bak parade sebuah karnaval budaya, barisan berikutnya diikuti oleh barisan pembawa kerbau, kerbau di Tana Toraja di kenal dengan sebutan Tedong.  Pelan namun pasti, kerbau-kerbau ini berjalan pelan di arena jalan tanah dikelilingi puluhan tongkonan.  Kini semua mata tertuju pada  mereka.  Montok, sehat dan tegap begitulah tampilan kerbau-kerbau hitam dalam upacara ini.

Sebuah tedong bule (bonga) berjalan paling depan karena tedong bonga inilah persembahan tertinggi nilainya. Kerbau persembahan adalah lambang kemakmuran, adat dan kebanggan bagi sang tamu dan penyelenggara upacara. Bukan sebuah nominal kecil, 20 juta rupiah minimal harga seekor tedong biasa dan bisa mencapai 650 juta untuk sebuah tedong bonga (tedong albino/tedong bule). Sungguh angka yang fantastis bukan  bagi yang belum mengenal “nilai” sebuah upacara adat.

Namun, inilah Toraja, sebuah tanah leluhur yang masih memegang adat sebagai sebuah bagian dalam kehidupan manusia.  “Orang Toraja lebih meriah dalam kematian di banding pernikahan”. Mungkin itulah gambaran yang tepat bagi siapapun yang menyaksikan rangkaian upacara Rambusolo.

Seekor rusa terpancang di sepotong kayu tinggi di tengah lapangan. Barisan para tamu berjalan perlahan dengan topi caping anyaman bambu, dua untai tali berwarna merah terjulur dari balik caping. Para perempuan Toraja dengan pakaian hitam dan sarung hitam khas Toraja berjalan melewati tongkonan demi tongkonan yang sudah dipadati para keluarga.

Di bagian belakang diikuit pula barisan pria yang juga berpakaian hitam. Alunan suara ketua adat berbahasa toraja mengalun keras dari sound system. Saya kurang faham detail artinya, tapi saya bisa merasakan aura ucapan selamat datang dan sambutan bagi para tamu serta ungkapan rasa terimakasih pada seluruh keluarga yang telah menghadiri upacara adat.

Ma’badong adalah sebagai  salah satu rangkaian dari upacara Rambusolo, lantunan senandung duka cita untuk menghantarkan arwah almarhum beristirahat tenang di tempat barunya.

Barisan tetamu wanita dengan topi  caping khas Toraja mulai memasuki ruang khusus para tamu, duduk bersila, tenang dan hening, perlahan mengalun kata-kata sambutan dari pemimpin adat dalam bahasa Toraja. Seorang ibu berdiri di belakang barisan sepertinya sebagai komando dalam lantunan nyanyian duka serta suka cita.

Dari sisi lain rumah tongkonan, barisan lelaki setengah baya, berseragam sarung hitam khas Toraja. Lantunkan irama bergema tak begitu jelas terbaca. Rusa yang tertambat kini telah dikelilingi oleh barisan lingkaran hitam para pendendang Ma’badong.

Senandung Ma’badong akhirnya memabukkan alam pikiran saya untuk turut serta dalam bagian lingkaran yang semakin melebar. Deretan tangan yang terkait saya sentuh sebagai pertanda ingin masuk dalam lingkaran.

Seketika, aura kebersamaan mengalir perlahan. Gerakan bergeser selangkah demi langkah ke arah kanan, kelingking dikaitkan semakin erat. Huruf vokal tanpa arti yang jelas melantun kembali, degup jantung saya semakin  kencang. Saya merasa menjadi bagian dari upacara ini.

Merasakan sebuah bentuk kebersamaan dalam duka dan sekaligus ungkapan suka cita. Upacara ini merupakan pengabdian keluarga pada leluhur, adat dan gotong royong yang memperkaya rasa dan geliat budaya dalam tradisi Toraja yang tak lekang di makan waktu.

@Sumber berita&foto, https://pesona.travel/keajaiban/5359/senandung-mabadong-dalam-upacara-
Ditulis oleh : Raiyani Muharramah

(Redaksi).

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!