INTINEWS.CO.ID, DAERAH – Kabupaten Garut. Komitmen kawal kasus kekerasan seksual dialami seorang anak berusia 5 Tahun di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat (Jabar).

Bagaimana ketika kasus kekerasan seksual dialami seorang anak pelakunya adalah keluarga sendiri, seperti ayah dan paman? Hukuman apakah yang pantas dikenakan kepada ayah dan paman?
Melalui siaran pers “Nomor: B-88/SETMEN/HM.02.04/4/2025”, kutipannya sebagai berikut;
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyesalkan terjadinya kasus kekerasan seksual yang dialami oleh seorang anak berusia 5 (lima) tahun oleh keluarganya di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.
Menteri PPPA, Arifah Fauzi mengatakan, pihaknya berkomitmen mengawal penanganan kasus ini dengan menggandeng berbagai pihak terkait, demi memastikan keadilan bagi korban dan perlindungan yang lebih kuat bagi anak-anak Indonesia.
“Kami menyampaikan keprihatinan atas kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang anak berusia 5 (lima) tahun di Kabupaten Garut, yang tragisnya dilakukan oleh orang terdekat, yaitu ayah dan paman korban sendiri. Sosok ayah seharusnya menjadi pelindung utama bagi anak, bukan sebaliknya. Kemen PPPA berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum secara adil serta memastikan pemulihan dan pemenuhan hak-hak korban secara menyeluruh,” ujar Menteri PPPA, di Jakarta, Senin (14/4).
Kasus kekerasan seksual ini terungkap ketika tetangga korban curiga melihat kondisi korban berlumuran darah dan mengeluhkan sakit di area kemaluan. Korban pun dibawa ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) untuk pemeriksaan lebih lanjut. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, korban disarankan untuk melakukan visum et refertum.
“Selama ini korban tinggal bersama ayah, paman, kakek, dan neneknya, sedangkan ibunya sudah bercerai dengan ayahnya dan tinggal di tempat yang terpisah,” tutur Menteri PPPA.
Menurut Menteri PPPA, berdasarkan koordinasi dengan Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Garut, kedua terlapor, yaitu ayah dan pamannya dapat dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 76D jo Pasal 81 atau 76E jo Pasal 82 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun kurungan penjara.
“Saat ini, kedua terlapor telah diamankan oleh Polres Garut. Mengingat keduanya merupakan ayah dan paman korban, ancaman hukuman dapat diperberat hingga sepertiga dari hukuman pokok. Sementara itu, terlapor ketiga yang merupakan kakek korban masih dalam proses pemeriksaan sebagai saksi untuk mendalami dugaan keterlibatannya dalam aksi tersebut. Kemen PPPA akan terus mengawal proses hukum kasus ini guna memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA menjelaskan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut dalam penanganan kasus ini.
“9 April lalu, UPTD PPA Kabupaten Garut telah melakukan pendampingan pada proses visum et refertum, dilanjutkan dengan pemeriksaan psikologis pada 11 April 2025. Selain itu, keluarga pun sepakat untuk menempatkan korban di rumah aman untuk memastikan hak-haknya terpenuhi sesuai dengan kebutuhannya. Dinas Kesehatan Kabupaten Garut pun telah mengirimkan petugas untuk memeriksa kondisi kesehatan korban,” tutur Menteri PPPA.
Menteri PPPA pun mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS, seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak. Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129.
“Kami mengapresiasi tetangga korban yang menunjukkan kepedulian dan keberanian dalam melaporkan kasus kekerasan seksual ini. Tindakan ini mencerminkan bahwa kekerasan seksual bukan lagi dianggap sebagai urusan privat, melainkan persoalan publik yang menuntut perhatian dan aksi nyata dari seluruh elemen masyarakat. Ketika lingkungan sekitar turut peduli dan bertindak, kita tidak hanya melindungi korban, tetapi juga menciptakan efek jera bagi pelaku dan membangun budaya perlindungan yang lebih kuat,” tutup Menteri PPPA.
(Redaksi/Lamberth L)