INTINEWS.CO.ID, Wisata&Kebudayaan  Tari Kipas Pakarena sebagai sebuah Tarian Klasik dari Kesenian tradisional, dan tidaklah lepas dari cerita-cerita mitologi. Sejauh ini tidak ada data tertulis yang menyebutkan nama pencipta tarian ini.

Tari Pakarena dimainkan oleh kurang lebih empat penari perempuan dengan gerakan yang lembut dan halus. Sebenarnya, tarian ini terdiri dari 12 babak, namun oleh karena kehalusan gerakan sehingga sulit membedakan pembabakan itu. Hanya gerakan posisi duduk yang menandakan awal dan akhir tari.

Gerakan ditampilkan sangat artistik dan sarat makna, ada gerakan berputar mengikuti arah jarum jam sebagai penggambaran siklus kehidupan manusia, ada juga gerakan naik turun untuk mencerminkan irama kehidupan. Tabuhan musik bergemuruh bertalu-talu, para pemusik bermain dengan sangat kencang, terlebih pada pemain gendang yang memainkan alat musik membranofon dengan sangat energik.

Pemain gendang adalah pemimpin yang menentukan irama dan tempo. Selain gendang, ada juga alat musik lain yang mengiringi tarian ini, seperti gongkatto-katto, dan puik-puik.

Tari Kipas Pakarena dengan legenda Tumanurung ri Tamalate yang merupakan somba (raja) pertama kerajaan Gowa. Untuk pertama kalinya, Pakarena muncul bersamaan dengan Putri Tumanurung ri Tamalate. Disebutkan bahwa, Pakarena adalah tarian pengiring dan pelengkap kebesaran Tumanurung ri Tamalate.

Ada Lagenda dikaitkan dengan makhluk dari khayangan yang disampaikan secara lisan dan diwariskan secara turun-temurun. Konon, tari ini bermula dari kisah tentang perpisahan penghuni boting langi (negeri kahyangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dulu.

Sebelum berpisah, boting langimengajarkan lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam, beternak hingga cara berburu melalui gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan-gerakan tersebut kemudian dijadikan tari ritual oleh penduduk linountuk menyampaikan rasa syukur kepada boting langi.

Istilah Pakarena berasal dari kata “karena” yang berarti main. Meskipun kini juga populer disebut Tari Kipas Pakarena dengan fungsi yang lebih profan, tarian ini dulunya bernama sere jaga.

Tari sere jaga menjadi sarana ritual sebelum atau seusai menanam padi. Saat itu properti yang digunakan adalah seikat padi pilihan yang dianggap sebagai dewi padi.

Selanjutnya, sere jaga digelar semalam suntuk dalam upacara seperti ammatamata jeneammata-mata benteng, dan lain-lain. Seiring perjalanan, terjadilah beberapa perubahan dalam penyajian dan piranti, seikat padi kemudian diganti dengan kipas.

Selain dikaitkan dengan perwatakan wanita Makassar, ciri utama Pakarena adalah kipas dan selendang, gerakan tangan lambat, langkah tenang dan musik yang bergemuruh.

Oleh karena dimensi ritual yang menyertainya, Tari Pakarena terus hidup dan menghidupi ruang batin masyarakat Gowa dan sekitarnya. Tarian ini juga sempat menjadi kesenian istana pada masa Sultan Hasanuddin sebagai raja Gowa ke-16, lewat sentuhan Li’motakontu, ibunda sang Sultan.

Pada awalnya sebagai sebuah kesenian yang bersifat sakral, dan tarian ini ada diperuntukkan untuk hiburan saja. Seniman Pakarena menjadi dua bagian, seniman pro pariwisata dengan seniman tradisi yang kukuh ingin menjaga tarian ini pada fungsi awalnya yang sakral.

  • Samboritta(berteman) : Disebut juga paulu jaga yaitu kegiatan begadang semalam suntuk. Ada juga yang mengartikan sebagai awal tarian yaitu memberi hormat kepada pengunjung. Bagian ini merupakan bagian pertama dalam pertunjukan.
  • Jangang leak-leak(ayam berkokok) : Tari pakarena dulunya dipentaskan semalam suntuk sehingga bagian penutupnya biasanya berlangsung sekitar jam 04.00 subuh. Disebut jangang leak-leak yaitu saat ayam mulai berkokok. Tarian ini merupakan bagian ketiga dalam tari pakarena yang bermakna mencari jalan kembali ke asal mula.

Selain yang tersebut diatas, ada 11 bagian Pakarena lain, sebagai berikut :

  • Ma’biring kassi: Artinya mendarat ke pantai, disajikan pada babak kedua yang mempunyai makna permohonan yang terkabul.
  • Bisei ri lau’(dayung ke timur) : Disajikan juga pada babak kedua, mempunyai makna bergerak ke arah timur yaitu arah terbitnya matahari sebagai sebuah spirit kehidupan di muka bumi.
  • Angingkamalino(angin tanpa hembusan) : Tarian dalam babak kedua, sebagaimana angin yang tidak berhembus sehingga tidak membawa kesejukan, tarian ini menggambarkan rasa kecewa.
  • Anni-anni(memintal benang) : Disajikan pada babak kedua. Bagian ini mempunyai makna bahwa sebuah pekerjaan yang dilakukan dengan penuh ketekunan pasti akan membuahkan hasil kelak. Tari pakarena jenis ini biasanya ditarikan dalam upacara perkawinan.
  • Dalle tabbua(meniti nasib dengan sabar) : Ditarikan pada babak kedua, mengandung makna filosofis bahwa hidup di muka bumi ini harus dijalani dengan penuh kesabaran.
  • Nigandang(berulang-ulang) : Ditarikan pada babak kedua, bermakna bahwa segala sesuatu seringkali harus dilakukan secara berulang-ulang tanpa rasa putus asa, hingga pada akhirnya akan memberikan kesudahan yang baik.
  • So’nayya(bermimpi) : Ditarikan pada babak kedua, mengandung makna bahwa sebagai seorang manusia kita tidak boleh mengharapkan sesuatu yang terlalu tinggi tanpa disertai usaha dan daya upaya yang setimpal dengan mimpi yang kita cita-citakan.
  • Iyolle’(mencari kebenaran) : Bahwa kebenaran haruslah terus dicari agar hidup menjadi tenang hati menjadi tenteram.
  • Lambassari(kekecewaan) : Berarti apa yang kita usahakan dalam hidup ini seringkali berakhir dengan kekecewaan.
  • Leko’ bo’dong(bulat sempurna) : Diumpamakan dengan bulan purnama yang dianggap memiliki bentuk bulat yang sempurna dan bersinar terang.
  • Sanro beja’(dukun beranak) : Disajikan pada babak kedua, menampilkan pemaknaan tentang cara merawat diri bagi perempuan yang baru saja melahirkan. Sesuai dengan penamaannya, tarian ini umumnya dipentaskan dalam upacara kelahiran.

Dalam penyajiannya, tarian ini akan melibatkan sekitar 3, 4, 6 atau lebih penari perempuan. Para penari Pakarena membawakan tari dengan lebih banyak menampilkan gerakan tangan terayun ke kanan dan ke kiri, serta ke depan secara beraturan dalam tempo yang lamban.

Gerakan tangan mereka terangkat paling tinggi hanya sebatas bahu dan tidak pernah terangkat hingga setinggi kepala dengan tangan kanan yang dilengkapi instrumen pelengkap berupa kipas.

Pandangan para penari selalu tertuju ke lantai paling jauh dua hingga tiga meter dari ujung kaki mereka. Adapun gerakan kaki hanya bergesar (ke kanan, ke kiri, ke depan dan ke belakang) namun tidak terangkat dari permukaan lantai.

Gerakan penari yang teramat lembut, tak urung menyulitkan masyarakat awam untuk membedakan babak demi babak, meski diketahui bahwa Tari Pakarena terdiri dari 12 babak.

Masing-masing pola gerak dalam Pakarena memiliki makna khusus. Sebagai misal adalah gerakan pada posisi duduk yang menjadi pertanda awal dan akhir penyajian tari.

Gerakan memutar mengikuti arah jarum jam untuk mewakili siklus kehidupan manusia. Ada juga gerakan naik turun yang mencoba mencerminkan sebuah irama kehidupan.

Disamping itu, dalam Tari Pakarena juga ada aturan main, misalnya penari tidak diperkenankan membuka mata terlalu lebar, Demikian pula dengan gerakan kaki yang tidak boleh diangkat terlalu tinggi.

Hal ini setidaknya berlangsung dalam durasi sekitar dua jam. Bahkan, pada awalnya tari ini disajikan dalam pementasan semalam suntuk mulai jam delapan malam hingga ditutup pada waktu subuh.

Melihat kenyataan itu, sangat dibutuhkan dedikasi berlebih pada tari ini. Para penari harus mempersiapkan dirinya dengan prima, baik fisik maupun mental.

Tetabuhan, Iringan musik seolah mengalir sendiri, menghentak bergemuruh yang dikatakan bak angin kencang dan gelombang badai. Hal ini memungkinkan Gandrang Pakarena bukan hanya sekedar iringan tari, namun juga penghibur penonton.

Semakin menghibur, ketika gendang yang ditabuh ditimpahi dengan tuip-tuip (seruling), para pasrak atau bambu belah dan gong.

Komposisi sejumlah alat musik tradisional yang biasanya dimainkan oleh 7 orang ini dikenal sebagai Gondrong Rinci. Dalam hal ini, pemain Gandrang sangat berperan besar dimana irama musik yang dimainkan selalu bergantung pada pukulan Gandrang.

Hal inilah yang menuntut pemain Gandrang harus menyadari kepemimpinannya dan harus paham jenis gerakan dari Tari PaUntuk pertama kalinya, Pakarena muncul bersamaan dengan Putri Tumanurung ri Tamalate. Disebutkan bahwa, Pakarena adalah tarian pengiring dan pelengkap kebesaran Tumanurung ri Tamalate.

Untuk pertama kalinya, Pakarena muncul bersamaan dengan Putri Tumanurung ri Tamalate. Disebutkan bahwa, Pakarena adalah tarian pengiring dan pelengkap kebesaran Tumanurung ri Tamalate.

Fungsi Dan Makna Tari Kipas Pakarena

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Tari Kipas Pakarena ini biasanya ditampilkan sebagai hiburan maupun bagian dari upacara adat. Bagi masyarakat Gowa, tarian ini memiliki nilai yang sangat penting dan makna khusus di dalamnya. Salah satunya adalah sebagai ungkapan rasa syukur atas kebahagiaan yang mereka dapatkan, hal tersebut mereka ungkapkan lewat setiap gerakan para penari. Selain itu tarian ini juga menggambarkan ekspresi kelembutan, kesantunan, kesucian dan penuh kasih dari para wanita, hal tersebut bisa dilihat dari gerakan para penari yang lemah lembut.

Pengiring Tari Kipas Pakarena

Dalam pertunjukan Tari Kipas Pakarena biasanya diiringi oleh alat musik tradisional yang sering disebut dengan gondrong rinci. Gondrong rinci ini merupakan musik tradisional yang terdiri dari gendrang dan seruling. Musik pengiring ini biasanya dimaikan oleh 4-7 orang pemain musik. Salah satu pemusik biasanya memainkan seruling dan yang lainnya memainkan gendrang dengan cara yang berbeda-beda sehingga menghasilkan suara yang padu. Dalam tarian ini walaupun penari menari dengan gerakan yang lemah lembut, namun irama yang dimainkan musik pengiring bertempo cepat. Hal inilah yang menjadi salah satu keunikan dari Tari Kipas Pakarena ini.

Kostum Tari Kipas Pakarena

Kostum yang digunakan para penari biasanya merupakan busana  adat khas Gowa. Para penari biasanya menggunakan baju longgar, kain selampang, dan kain sarung khas Sulawesi Selatan. Pada bagian kepala, rambut penari biasanya dikonde dan dihiasi dengan tusuk berwarna emas serta bunga-bunga. Penari juga dilengkapi dengan berbagai aksesoris seperti gelang, kalung dan anting yang khas. Selain itu tidak lupa penari juga membawa kipas lipat yang digunakan untuk menari. Redaksi.

(Sumber berita, berbagai referensi)