INTINEWS.CO.ID, OPINI – Ekspresi jiwa manusia yang dituangkan dalam bentuk bunyi-bunyian berupa nada atau syair yang indah, merupakan pengertian bagaikan iringan nyayian dari surgawi. Surat untuk sahabat oleh Sahat Simanjuntak.

“Surat Untuk Sahabat” oleh Sahat Simanjuntak, sosok orang tua/tokoh yang sudah berumur 77 tahun, saat ini kesehatannya kurang baik dan lagi melakukan pengobatan di Surabaya, Jawa Timur. Dirinya yang dalam kondisi kurang sakit, membuat sebuah ‘coretan jiwa’ yang langsung dikirimkannya ke Pemimpin Redaksi (Pimred) media ini, pada hari Rabu, 21 Juni 2023, agar dapat dipublikasikan melalui berita online www.intinews.co.id.

Profil singkat Sahat Simanjuntak “Putra Nusantara” kelahiran di Pulau Senayang, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Sahat Simanjuntak juga sosok yang menyatakan dirinya adalah “abdi” di Pemuda Pancasila (PP), eksistensinya sejak tahun 1963 sampai saat ini. Di usia senja sebagai Anggota Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) di Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) PP Provinsi Kepri, bertempat tinggal di Jalan Hang Tuah, Gang Sakinah, RT. 02, RW 09, Kampung Raya, Tanjung Uban, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri.
Berikut ini “Surat Untuk Sahabat” cipt. Sahat Simanjuntak
“SURAT UNTUK SEORANG SAHABAT”
Bukan Menggurui
Mungkin Kesan Sahabat
Adalah Dia
Yang datang ketika semua menjauh
Persahabatan itu
Bagai Mata dengan Tangan
Ketika Mata menangis, Tangan menghapus !
Ketika Tangan terluka, Mata menangis !
Sahabatku Sejati
Itu Aku, Dia dan Kita bersahabat
Bagaikan Mata dan Tangan
Namun Sunyi
Terasa bukan berarti hilang
Namun Diam
Terasa bukan berarti lupa
Namun Jauh
Terasa bukan berarti putus
Diantara Kita ada
Ikatan Satu Tanah Air
Ikatan Satu Bangsa
Ikatan Satu Bahasa
Indonesia Raya
Diantara Kita ada
Merah mata senja berlabuh
Dibawah jiwa hujan berteduh
Menjelang sebuah rindu,
Ada risau
Ada ragu
Yang datang satu-satu
Berkehendak bangkit
Keluar dari realita menghambat
Berdamai dengan hati sendiri
Berdamai dengan orang lain
Semasa muda pengelana samudera
Diusia senja berseloka menyendiri
(Redaksi/Ogi “Jhenggot”)