
INTINEWS.CO.ID, PROV. KALTIM – Kutai Barat, Abia Puspita Sari (38 tahun) akrabnya di panggil “Mama Victor” ini dengan sendiri bertahan hidup membesarkan kedua putranya yang masih kecil, terpaksa menjadi pemulung. Dia di tuding salah satu oknum pejabat Dinas Sosial Pemkab Kutai Barat menyebutkan “jika seorang ibu yang membawa anaknya memungut sampah terancam dikenakan pidana perlindungan anak”. Entahlah apa maksud ‘aksi’ oknum pejabat ini, apakah pekerjaan sebagai Pemulung itu haram atau melanggar hukum? atau apakah maksud Oknum pejabat itu Abia puspita harus menyewa ‘baby sister’ sehingga ada yang bisa masak makanan anak-anaknya?.
Secara hukum, sesuai apa yang diamanatkan di UUD 1945 dan UU Nomor 13 Tahun 2011 bahwa:
- Bukankah fakir miskin dan anak-anak yang terlantar di pelihara oleh Negara?
- Bukankah Negara bertanggung jawab penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan?,
- Bukankah Negara mempunyai tanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa?.
Sebagai fakir miskin atau orang tidak mampu ada “Hak” Abia Puspita Sari sesuai amanat UUD 1945, UU Nomor 13 tahun 2011 dan Peraturan lainnya. Oleh sebab itu Aparat penegak hukum (APH) selayaknya memeriksa Dinas terkait digelontorkan kemana saja uang negara baik itu dari APBN, Kementerian dan APBD yang ‘nilainya tidak kecil’ untuk penangan fakir miskin, orang tidak mampu, dan anak-anak terlantar?.

Sungguh miris situasi yang dirasakan oleh Mama Viktor ini adalah salah satu yang tampak ke permukaan, mungkin masih banyak lagi Mama lainnya yang anaknya busung lapar/kekurangan gizi/gizi buruk, atau mungkin berakahir hidupnya dalam tekanan hidup yang serba sulit, sempitnya lapangan pekerjaan di tambah naiknya biaya kehidupan yang tinggi?.
Perihal penanganan fakir miskin sesuai apa yang diamanatkan di UUD 1945, UU atau Peraturan penerepannya sudah diupayakan pemerintahan Presiden Ir. Joko Widodo, mungkin seperti: basis data terpadu untuk penetapan sasaran program perlindungan sosial/penanganan kemiskinan di Indonesia, pemberian bantuan langsung tunai (BLT), program keluarga harapan (PKH), program beras sejahtera (Rastra), bantuan pangan non tunai (BPNT), dan lain-lainnya. Namun semua itu terasa asing bagi Abia Puspita Sari, bagi Dia mau bekerja dengan jerih payahnya sebagai seorang Ibu sendirian menghidupkan anak-anaknya, Dia tidak sedang mengemis di pinggir jalanan, dia tidak mencuri, apalagi lakukan korupsi uang negara ini?.
Abia Puspita Sari adalah warga kelurahan Barong Tongkok beralamat di jalan Damai Raya, RT 05, Kelurahan Simpang Raya, Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Provinsi Kalimantan Timur ini mempunyai dua orang putra yakni Victor Alexander Rendon (11 tahun) dan Ferguson Lorenzo Rendon (8 tahun) jadi perhatian publik, pasalnya Ibu dua orang anak ini di tuding: “mempekerjakan anaknya yang masih di bawah umur mencari barang rongsokan di tempat sampah”.
Mengapa tidak, tudingan yang dilontarkan oleh pejabat Dinas Sosial Pemkab Kutai Barat menyebutkan jika seorang ibu yang membawa anaknya memungut sampah terancam dikenakan pidana perlindungan anak.
“Secara aturan sekarang pemulung, pengemis atau anak jalanan akan kena pasal, dan di tindak oleh yang berwajib, “jelas kepala bidang Rehabilitasi Sosial pada Dinas Sosial Kabupaten Kutai Barat, Yiska Jumeiana, ST dalam keterangannya, sebagaimana di kutip dari RRI Sendawar hari ini Selasa, (07/06/2022).
Ia menambahkan, mengenai larangan eksploitasi anak di atur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perlakuan eksploitasi seperti tertuang dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, meliputi perbuatan yang bertujuan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan. Dalam pasal 76I menyebutkan setiap orang di larang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak. Bagi yang melanggar ketentuan Pasal 76I, di pidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000.
Meski demikian. Yiska, mengaku bahwa Dinas Sosial (Dinsos) Kubar sudah berupaya mengkonfirmasi Abia menanyakan latar belakang kehidupan yang tengah diarungi ibu yang malang ini sehingga membawa kedua anaknya pergi ketempat sampah menjadi pemulung adalah pilihan hidupnya.
Dalam keterangannya. Yiska menyebutkan pihak Dinsos Kubar sudah menawarkan kepada Abia dan kedua anaknya agar bisa tinggal dan belajar keterampilan memasak di rumah makan milik salah satu anggota DPRD Kubar tapi sayangnya ajakan itu tak mendapat respon Abia bahkan dengan berbagai alasan.
“Artinya kami sudah berusaha untuk mediasi dan sempekat, “ujar Yiska.
Sementara. Abia Puspita Sari mengaku jujur bahwa tidak ada niat untuk mengeksploitasi atau memaksa kedua anaknya bekerja. Dia hanya merasa sangat terpaksa harus membawa anaknya ikut memulung itupun disebabkan tidak ada yang menjaga anaknya di rumah.
“Kalau dibilang saya mempekerjakan anak itu saya tidak terima. Kalau saya tidak boleh bawa anak terus solusinya apa? Keluarga memang ada di Tering, tetapi kami sama-sama hidup susah, “ujar Abia.
Memang ada sejarah kelam bagi kedua anaknya, Abia sang ibu menuturkan sedikit peristiwa yang pernah dialaminya selama hidup bersama mantan sang suami.
“Anak-anak semua trauma. Makanya kalau mau tinggal di tempat orang itu agak susah apalagi kasih tinggal. Itu kadang ketakutan itu’lah mengapa kedua anaknya enggan untuk tinggal bersama orang lain, ”tutur Abia Puspita Sari dengan sedih.
Abia bercerita waktu dalam kandungan anaknya sudah alami kekerasan
“Anak saya ini sudah alami kekerasan sejak dalam perut. Pernah dia (mantan suami) itu pukul kami sampai mau mati. Tiap malam itu ribut terus. Kalau sudah ribut pasti kami lari. Pernah saya lapor polisi tapi masih dia pukul-pukul kami, “ujar Abia.
Menjadi pemulung untuk bertahan hidup akui Abia hanya semata-mata agar bisa menyambung hidup bersama kedua anaknya.
“Memang rencana mau usaha laundry atau jual ayam potong karena dulu saya usaha itu. Tapi sekarang sudah tidak punya apa-apa lagi, “ujar Abia warga asal Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu).
Kini Abia Puspita Sari dipusingkan dengan biaya pendidikan anaknya. Terlebih saat ini kedua anaknya tidak lagi sekolah lantaran terbentur biaya pendidikan ditambah jika ada yang sakit atau dalam keadaan darurat. Oleh sebab itu ada rencana mencari pinjaman dana untuk membuka usaha.
“Saya hanya ingin anak-anak saya lebih baik. Jangan sampai mereka seperti saya lagi,” pungkasnya.
Menunggu bantuan Pemkab Kubar tak kunjung tiba, Abia jadi Pemulung adalah pilihan untuk bertahan hidup, dipermasalahkan. Entah’lah era Pak Joko Widodo kok begini?.
(Reporter : Johansyah/Redaksi)