
“Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah,” bunyi Pasal 1, ayat 2.
“Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah,” bunyi Pasal 1, ayat 3.
“Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah,” bunyi Pasal 1, ayat 4.
“Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan,” bunyi pasal 1, ayat 24
“Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan Barang Milik Negara/Daerah,” bunyi pasal 1, ayat 25.
“Pengelolaan barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan Berdasarkan Asas Fungsional, Kepastian Hukum, Transparansi, Efisiensi, Akuntabilitas, dan Kepastian Nilai,” bunyi pasal 3, ayat 1.
“Gubernur Bupati/ Walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan Barang Milik Daerah,” bunyi pasal 5, ayat 1.
“Sekretaris Daerah adalah Pengelola Barang Milik Daerah,” bunyi pasal 5, ayat 3.
“Pengelola Barang Milik Daerah Berwenang dan Bertanggung Jawab: a. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Daerah; b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan Barang Milik Daerah; c. mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindah tanganan Barang Milik Daerah yang memerlukan persetujuan Gubernur/ Bupati/ Walikota; d. mengatur pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemusnahan, dan Penghapusan Barang Milik Daerah; e. mengatur pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang telah disetujui oleh Gubernur/ Bupati/Walikota atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; f. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik Daerah; dan g. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Barang Milik Daerah,” pasal 5, ayat 4.
“Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang Wajib melakukan pengamanan Barang Milik Negara/Daerah yang berada dalam penguasaannya,” bunyi pasal 42, ayat 1.
“Pengamanan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum,” bunyi pasal 42, ayat 2.
“Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah harus disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan,” bunyi pasal 43, ayat 1.
“Barang Milik Negara/Daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan,” bunyi pasal 43, ayat 2.
“Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama
Pemerintah Daerah yang bersangkutan,” bunyi pasal 43, ayat 1.
“Barang Milik Negara/Daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah dapat dipindahtangankan,” bunyi pasal 54, ayat 1.
“Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. Penjualan; b. Tukar Menukar; c. Hibah; atau d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah,” bunyi pasal 54, ayat 2.
“Pemindahtanganan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 untuk: a. tanah dan/atau bangunan; atau b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,” bunyi pasal 55, ayat 2.
“Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. bukan merupakan barang rahasia negara; b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan c. tidak diperlukan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah,” bunyi pasal 8, ayat 2.
“Pengelola Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan Barang Milik Negara/Daerah yang berada di bawah penguasaannya ke dalam Daftar Barang Pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang,” bunyi pasal 84, ayat 1.
“Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan Barang Milik Negara/Daerah yang status penggunaannya berada pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang ke dalam Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna menurut penggolongan dan kodefikasi barang,” bunyi pasal 84, ayat 2.
“Pengelola Barang menghimpun Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud
pada ayat (2),” bunyi pasal 84, ayat 3.
“Pengelola Barang menyusun Daftar Barang Milik Negara/Daerah berdasarkan himpunan Daftar Barang
Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Daftar Barang Pengelola
menurut penggolongan dan kodefikasi barang,” bunyi pasal 84, ayat 4.
“Penggolongan dan kodefikasi Barang Milik Daerah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan,” bunyi pasal 84, ayat 6.
“Pengguna Barang melakukan Inventarisasi Barang Milik Negara/Daerah paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun,” bunyi pasal 85, ayat 1.
“Dalam hal Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, Inventarisasi dilakukan
oleh Pengguna Barang setiap tahun,” bunyi pasal 85, ayat 2.
“Pengguna Barang menyampaikan laporan hasil Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Pengelola Barang paling lama 3 (tiga) bulan setelah selesainya Inventarisasi,” bunyi pasal 85, ayat 3.
“Pengelola Barang melakukan Inventarisasi Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun,” bunyi pasal 86.
Pada Pasal 87;
- Ayat (1). Kuasa Pengguna Barang harus menyusun Laporan
Barang Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan
sebagai bahan untuk menyusun neraca satuan kerja untuk disampaikan kepada Pengguna Barang. - Ayat (2). Pengguna Barang menghimpun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bahan penyusunan Laporan Barang Pengguna Semesteran dan Tahunan.
- Ayat (3). Laporan Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah untuk disampaikan kepada Pengelola Barang.
Pada Pasal 88;
- Ayat (1). Pengelola Barang harus menyusun Laporan Barang
Pengelola Semesteran dan Tahunan. - Ayat (2). Pengelola Barang harus menghimpun Laporan Barang
Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) serta Laporan Barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
bahan penyusunan Laporan Barang Milik Negara/Daerah. - (3). Laporan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.
Pada Pasal 89 ;
- Ayat (1). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
pembukuan, Inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik
Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. - Ayat (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
pembukuan, Inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik
Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Pada Pasal 90 ;
- Ayat (1). Menteri Keuangan melakukan pembinaan pengelolaan barang Milik Negara dan menetapkan kebijakan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
- Ayat (2). Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kebijakan umum Barang Milik Negara/Daerah/ dan atau kebijakan teknis Barang Milik Negara.
- Ayat (3). Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan pengelolaan Barang Milik Daerah dan menetapkan kebijakan sesuai dengan kebijakan umum sebagaimana dimaksud pada
Pada Pasal 91 ;
Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara/Daerah dilakukan oleh:
a. Pengguna Barang melalui pemantauan dan penertiban; dan/atau
b. Pengelola Barang melalui pemantauan dan investigasi.
Pada Pasal 92 ;
- Ayat (1). Pengguna Barang melakukan pemantauan dan
penertiban terhadap Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, pemeliharaan, dan
pengamanan Barang Milik Negara/Daerah yang berada di
dalam penguasaannya. - Ayat (2). Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk kantor/satuan kerja dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Barang. - Ayat (3). Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dapat
meminta aparat pengawasan intern Pemerintah untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan
penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). - Ayat (4). Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang
menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pada Pasal 94;
- Ayat (1). Pengelola Barang melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah, dalam rangka penertiban Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. - Ayat (2). Pemantauan dan investigasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat ditindaklanjuti oleh Pengelola Barang dengan meminta aparat pengawasan intern Pemerintah
untuk melakukan audit atas pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang Milik
Negara/Daerah. - Ayat (3). Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pengelola Barang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pada Pasal 95 ;
- Ayat (1). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengawasan dan pengendalian atas Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
- Ayat (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengawasan dan pengendalian atas Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Bunyi Pasal 99 yaitu;
- Ayat (1). Setiap kerugian Negara/daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan atau pelanggaran hukum atas pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Ayat (2). Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian Negara/ Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari sumber, https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1090-kpk-dorong-penyelesaian-konflik-terkait-aset-di-provinsi-kepulauan-riau, beberapa petikannya sebagai berikut:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong penyelesaian terkait kepemilikan dan pengelolaan aset di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev) berkala di Provinsi Kepri pekan ini, Senin hingga Jumat (22-26 Juli).
Salah satu persoalan yang menonjol di Provinsi Kepri yang menjadi fokus pada monev kali ini adalah penyelesaian konflik kepemilikan aset yang melibatkan sejumlah pemerintah daerah, yaitu Pemerintah Provinsi Kepri, Pemerintah Kota Batam, Tanjung Pinang, Bintan, Karimun dengan Badan Pertanahan Batam dan BUMN.
“Beberapa konflik kepemilikan aset antara pemerintah daerah terjadi di antaranya karena proses pemekaran dan hibah yang tidak tuntas serta keterbatasan bukti administratif kepemilikan,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Contohnya Konflik yang terjadi antara Pemerintah Provinsi Riau dengan pemerintah kabupaten atau kota di Provinsi Kepri, yaitu Tanjung Pinang, Bintan dan Batam.
Konflik terjadi terkait dengan aset limpahan dari pemda induk yang tidak dilengkapi dengan Kelengkapan Administratif akibat proses hibah yang Tidak Cermat ataupun efek dari tingginya nilai aset yang diperebutkan.
Kondisi yang sama juga terjadi antara Pemkot Tanjung Pinang dengan Pemkab Bintan sebagai efek dari pemekaran wilayah.
Tidak hanya antar pemda, konflik terkait penguasaan aset juga terjadi antara pemda dengan perorangan, yayasan maupun perusahaan terkait tanah dan properti lainnya yang bernilai strategis.
Di Pemkot Tanjung Pinang, sebagai contoh terdapat tanah hibah dari instansi vertikal dan pemda induk yang dikuasai masyarakat karena ketidakcekatan pemkot dalam mengurus administrasi hibah.
Selain terkait konflik, KPK juga mendorong perbaikan sistem pengelolaan aset atau Barang Milik Daerah (BMD) baik yang bergerak maupun tidak bergerak.
Sejauh temuan KPK, dalam pengelolaan aset-aset daerah tersebut masih tedapat beberapa masalah seperti Belum adanya legalitas kepemilikan (sertifikat), masih terdapat aset yang dikuasai oleh pihak ketiga yang tidak berhak, terjadinya konflik kepemilikan aset dengan pihak ketiga serta tidak optimalnya pemanfaatan.
Pada evaluasi semester pertama ini, Provinsi Kepri bersama Provinsi Sumsel menjadi yang terendah dalam hal legalitas kepemilikan aset.
Rata-rata Tanah Bersertifikat di Provinsi Kepri baru sekitar 20% yaitu sebanyak 1.087 bidang tanah dari 5.205 total bidang tanah. Progres selama 6 bulan terakhir juga dinilai lambat. Pada januari 2019 tercatat 1.066 bidang tanah yang telah tersertifikat, namun dalam kurun waktu 6 bulan hanya bertambah 21 aset tanah yang tersertifikasi
Sertifikasi aset tanah merupakan upaya pengamanan aset pemda yang harus menjadi prioritas sebagai bentuk legalitas kepemilikan.
“Evaluasi KPK menemukan bahwa target sertifikasi tanah yang ditetapkan pemerintah daerah setiap tahunnya masih sangat rendah,” ujar Febri.
Dari kutipan sumber https://www.kpk.go.id/, telah jelas adanya Konflik.
Sesuatu yang sudah terjadi selama bertahun-tahun Konflik Kepemilikan Aset antar Pemda, dan Konflik Penguasaan Aset antara Pemda dengan Perorangan, Yayasan, dan bahkan Perusahaan, apakah ini dapat diduga terindikasi delik yaitu adanya perbuatan inkonsistensi terhadap PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah ?.
Bukankah inkonsistensi terhadap Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang berlaku adalah termasuk Perbuatan Curang?.
Bukankah Perbuatan Curang itu termasuk bentuk atau Jenis Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ?.
Lalu, dalam rangka penindakan perbuatan korupsi kenapa KPK tidak tindak hal tersebut?.
(Redaksi/Ogi “Jhenggot”).