INTINEWS.CO.ID, NASIONAL – Sikap negara Republik Indonesia telah menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kebutuhan akan perlindungan anak tidak hanya di Perundang-undangan atau Peraturan saja tetapi juga dibutuhkannya suatu bentuk sikap yang berkomitmen dari orang tua dan masyarakat.
Dengan cepatnya informasi global dari teknologi internet begitu mudah, sehingga pengaruh penggunaan internet pembentukan karakter, terutama pada anak. Internet seperti “sebilah pisau” yang bisa jadi bermanfaat atau berbahaya, tergatung dari penggunanya sendiri. Oleh karena itu, kebutuhan partisipasi perlindungan anak dari penggiat jurnalistik adalah esensial, terkhusus dari awak media berita “online” dibutuhkan komitmen sikap ramah anak baik itu dalam meliput dan menerbitkan beritanya.
Baca juga: LPDS Meluncurkan Empat Buku Pada Peringatan HUT Ke-33 LPDS

Iskandasyah, Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Kota Tanjungpinang mengutarakan komitmen sikap ramah anak baik itu dalam meliput dan menerbitkan berita.
“Kalau di lihat selama ini (para awak media online) sudah cukup baik dalam meliput dan menerbitkan berita perihal ramah anak. Yang terutama ramah anak dalam pemberitaan menyangkut kasus anak memperhatikan demi kebaikan anak tersebut dan orang tua dia jangan terganggu mental (psikologi) dan hal lain-lainnya. Wartawan harus mengedepankan kode etik jurnalistik, semua itu harus diperhatikan semua juralis. Menurut pandangan saya berdasarkan data (survey) upaya wartawan turut menyosialisasikan dan menjaga perlindungan anak sudah sesuai komitmen kode etik jurnalistik (KEJ).”

Hartendi, S.Sos., sebagai pendamping korban kekerasan perempuan dan anak dari unit pelaksana teknis pusat pelayanan terpadu (UPTPPT) perlindungan perempuan dan anak Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), mengatakan adanya peningkatan pada kasus kekerasan pada anak dalam beberapa tahun ini di Provinsi Kepri.
“Dalam beberapa tahun ini kasus permasalahan pada anak cukup meningkat. Kalau dalam dua tahun ini, yang seingat saya itu lebih tinggi ke kekerasan fisik dan seksual. Kami ada kode etik, dengan mitra teman media sudah sangat membantu, mereka (para wartawan) sudah paham dengan kode etik. Dalam pemberitaan sepanjang berita-berita yang saya baca (pribadi) sudah sesuai, sudah ramah anak baik itu media nasional atau media regional. Masukan dari kami kepada teman-teman media dalam proses peliputan berita terkhusus anak bahwa kita secara aturan Undang-Undang ada yang mengatur tentang kode etik, dan itu wajib dipatuhi, dikarenakan anak-anak ini dalam posisi rentan. Jadi, mohon untuk awak media melihat jangan sampai identitas korban dan identitas saksi itu terkuak karena akan ada dampak itu dalam lingkungan. Kedua, Kami berharap, Kami tidak bisa bekerja sendiri dalam proses pencegahan, Kami tidak menapik bahwa kasus kekerasan bukan hanya di Kepri tapi hampir seluruh Provinsi lain itu trennya meningkat. Tetapi ada juga, Kita wajib tahu bahwa kasus kekerasan perempuan dan anak ini ibarat fenomena gunung es dimana kasus yang nampak di depan mata kita lebih kecil dibandingkan yang tak terlihat. Bisa jadi dampak tingginya kasus kekerasan itu masyarakat sudah mulai mengetahui (sudah mulai menyadari) bahwa kekerasan yang dialami oleh mereka (anak-anak) itu wajib di tolong dan wajib mendapat perlindungan sesuai hukum yang berlaku. Jadi Kami mohon kepada teman-teman media untuk membantu kami juga gencar untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat dalam melindungi keluarga, khususnya perempuan dan anak.”
Data Kasus Kekerasan Anak di Provinsi Kepri Tahun 2019 (Sumber data dari Hartendi, S.Sos)

Baca juga: Masyarakat Harus Tahu Keharusan Yang Mengaku Wartawan Itu Punya Uji Kompetensi Wartawan
Dra. Hj. R. Yusfilda, M.Pd., Kepala Seksi (Kasi) Perlindungan Hak Anak, mengatakan awak media Tanjungpinang dalam meliput kegiatannya dan menerbitkan berita sudah sesuai ramah anak.
“Sebagai Kasi di Bidang Perlindungan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Tanjungpinang kegiatannya antara lain memberikan perlindungan hak anak termasuk bagaimana menunjang kota layak anak (KLA), masalah kelembagaannya dan masalah ramah anaknya. Mengangkat hak anak, sesuai Undang-Undang nomor 35 tahun 2014. Contoh, di masyarakat ada pembinaan perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat (PATBM), mendata anak ada berapa orang warga yang tidak punya akta kelahiran, melakukan pencegahan terjadinya pernikahan dini dilingkungannya. Contoh di pendidikan, ada sekolah ramah anak, dan kegiatan lain-lainnya. Dalam beberapa kegiatan kami tersebut ada para awak media di Tanjungpinang meliput, dalam peliputan dan berita yang di terbitkan sesuai ramah anak.”
Bahwa perlindungan anak dari kerawanan seperti kekerasan fisik, psikologis, seksual dan lain-lainnya dari tahun ke tahun semakin meningkat dan mengancam peran strategis anak sebagai generasi penerus masa depan bangsa dan negara, sehingga diperlukan komitmen peran pers dalam kesinambungan liputan ramah anak untuk pembentukan karakter masyarakat yang positif dan pencegahan dini terjadinya kekerasan anak.
(Redaksi)