INTINEWS.CO.ID, OPINI – Perlunya diketahui oleh masyarakat bahwa dua konteks berbeda yang harus dipahami tentang “Politik Dinasti” dengan “Dinasti Politik“. Politik Dinasti dan Dinasti Politik dalam memanfaatkan Jalur Prosedural trendi praktik terselubung mengegolkan SDM yang minus secara jalan pintas dan instan.
Belakangan ini gaya mutakhir politik kekerabatan yang berakar secara tradisional, yang mengutamakan regenerasi berdasarkan ikatan garis keturunan dalam hubungan keluarga, atau bersangkutan dengan genealogi (genealogis) daripada kualitas prestasi dan kompetensi.
Berbicara soal mana sih yang lebih berdampak negatif antara “Politik Dinasti” atau “Dinasti Politik”? Politik DInasti atau Dinasti Politik sering diucapkan orang dan Kita dengar, namun sulit dipahami, terlebih lagi menjadi isu hangat saat ini.
Dinasti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keturunan raja-raja yang memerintah, semuanya berasal dari satu keluarga. karena mengandalkan darah dan keturunan dari hanya bebarapa orang.
Singkatnya, Politik Dinasti ialah kekuasaan politik yang dijalankan oleh orang yang masih punya hubungan keluarga. Misalnya, di negara yang menganut sebuah sistem monarki, kekuasaan Orang Tua diteruskan kepada anaknya.
Sedangkan Dinasti Politik ialah yang dengan sengaja mengkonstrusi bahwa kekuasaan hanya boleh dikuasai oleh satu keluarga, sanak saudara, pertalian darah, kerabat, dan sebagainya.
Kendati kedua hal ini tidak memiliki perbedaan yang mencolok, berdasarkan arti leksikal menurut Redaksi ini, “Dinasti Politik” dan “Politik Dinasti” mempunyai kesamaannya yaitu sistem pengembangbiakan kekuasaan untuk tidak terbatas dengan kemampuan cara primitif karena memanfaatkan atau melibatkan sedarah atau keturunan atau pertalian darah atau sanak saudara atau kerabat.
Baca juga: Dibalik Meja Makan Bareng Joko Widodo Hanya Dengan Tiga Bakal Calon Presiden
Dahulu pemberian kekuasaan atau kedudukan dengan cara penunjukan langsung. Dan era saat ini, lewat “Jalur Prosedural”. Bagaimana jalur prosedural menjadi praktik terselubung jalan pintas dan instan untuk keluarga, saudara, kerabat atau kroni para elite masuk institusi/lembaga/badan di pemerintah?
Indonesia bukan sebuah negara yang menganut sistem monarki. Dan, secara hukum (yuridis) di Indonesia bahwa perbuatan nepotisme yang dilakukan pejabat negara ada sanksi hukumannya.
Menjadi pertanyaan, apakah wajar apabila ada menduduki istri, anak, saudara atau kerabat di sebuah jabatan di pemerintahan? Dan, apakah belakangan ini di negara Kita sedang terjadi secara blak-blakan praktek penerusan kekuasaan pada keluarga atau orang-orang terdekat?
Politik Dinasti dan Dinasti Politik merupakan fenomena politik yang mengindikasikan munculnya para calon dari lingkungan keluarga, saudara dan kerabat dari Kepala Pemerintahan atau Kepala Daerah atau Pejabat di Insatnsi/Lembaga Negara/Badan Pemerintahan yang sedang berkuasa.
Dinasti Politik dan Politik Dinasti yang pada dasarnya dibangun atas hubungan pribadi kekeluargaan, hal ini akan timbul ketidakseimbangan ketika faktor keluarga yang sifatnya pribadi bercampur dengan faktor masyarakat yang sifatnya umum/menyeluruh. Sehingga tidak dapat dipungkiri, dimana kepentingan keluarga atau golongan atau kelompok atau kolega akan jadi suatu prioritas utama di atas kepentingan umum/menyeluruh.
Politik Dinasti dan Dinasti Politik, sama-sama regenerasi dan reproduksi. Namun, bagaimana kalau cara mereproduksi itu mengunakan kekuasaannya dengan ‘memaksakan’ yang tidak memiliki kompetensi atau menggeser yang punya kompetensi, hanya demi untuk melanggengkan atau memperkuat kekuasaannya.
Baca juga: Kebebasan Berpendapat Penetapan Hukuman Kepada Seseorang Itu Merusak Kehidupan Bangsa
Dinasti politik dan Politik dinasti dapat diartikan sebuah “rezim kekuasaan politik”. Dimana Mereka yang masih mempunyai hubungan dekat dengan keluarga atau pertalian kekerabatan acap kali mendapatkan keistimewaan untuk menempati berbagai posisi penting dalam puncak hirarki kelembagaan organisasi/pemerintah.
Pembiaran “Dinasti politik” dan “Politik dinasti” akan tumbuh subur oligarki politik, iklim yang tidak kondusif, dan klimaks nya akan terdampak pada persatuan dan kesatuan sebuah negara. Pentingnya prihal etika, sesuatu yang berkenaan dengan nilai mengenai sesuatu yang baik dan yang buruk (akhlak). Pembiaran kepada “Dinasti Politik” dan “Politik Dinasti” akan terciptanya tatanan yang tak sehat, meskipun itu sesuai Undang-Undang (UU) atau Peraturan tidak dilarang, karena secara etika “Dinasti Politik” dan “Politik Dinasti” tidak layak.
Diantara “Dinasti Politik” atau “Politik Dinasti” yang lebih berdampak negatif adalah “Dinasti Politik”.
Mengapa Dinasti Politk? Karena pada Dinasti Politik ada upaya yang sengaja merekonstruksi kondisi keluarganya atau saudarnya atau kerabatnya untuk ditempatkan ke dalam kekuasaan tertentu, untuk kepentingan melanggengkan atau memperkuat kekuasaan dirinya atau kelompoknya atau koleganya.
Jika atas nama demi kepentingan kemaslahatan umum atau kepentingan orang banyak atau publik, esensial dalam membuat suatu produk Perundang-undangan atau Peraturan jangan dengan akal-akalan bagaimana membuat sesuatu menjadi jalan pintas dan instan sehingga mengesampingkan kualitas.
Mencerna benar-benar semua produk Perundang-undangan atau Peraturan, lalu lihatlah apa hasil nya yang sudah terjadi?
Kewarasan berpikir tentang mengejawantah kekuasan jadi absolut dengan menciptakan sistem atau praktik “Jalur Prosedural”, ini jadi praktik terselubung untuk mengegolkan sumber daya manusia (SDM) yang minus atau tidak berkualitas secara jalan pintas dan instan ke suatu kekuasaan atau posisi atau jabatan atau status.
Penulis: Ogi “Jhengghot”
Sumber: Berbagai literasi
(Redaksi/Ogi “Jhengghot”)