“Sapaan Horas sudah tidak hanya menjadi entitas suku Batak saja, kata ini sudah dikenal sebagai ungkapan keakraban bagi masyarakat Indonesia”

ULOS Batak. Ilustrasi foto dokumentasi INTINEWS.co.id

INTINEWS.CO.ID, WISATA&KEBUDAYAAN  – Ungkapan yang sebetulnya sudah tidak asing lagi terdengar bagi telinga kita masyarakat Indonesia, apapun suku dan darimana berasal. Horas, sudah menjadi semacam ucapan salam yang membawa makna kehangatan dan keakraban bagi mereka yang saling bertemu. Biasanya, ketika seseorang yang bertemu dengan kawannya yang berasal dari Medan, Sumatera Utara terutama orang Batak, secara spontanitas ungkapan Horas menjadi pembuka keakraban mereka, padahal mungkin saja sebelumnya tidak pernah bertemu.

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, ungkapan Horas memang dimaknai dan diidentikkan dengan identitas Budaya Orang Batak, maknanya bisa bermacam-macam, namun yang awam ketahui ungkapan ini sama artinya dengan ungkapan keakraban yang lain misalnya “selamat pagi”, atau dalam bahasa Jawa “sugeng enjang”, dan sebagainya.

Baca juga: Jejak Sejarah Kerajaan Batak Kuno di Balige

Homograf bagi orang Batak sendiri, kata Horas sudah memiliki banyak makna dan tidak terlepas dari kondisi seperti apa yang dihadapi pada saat ungkapan tersebut diucapkan. Horas bisa diartikan sebagai sebuah harapan, Horas juga bisa diartikan sebagai ucapan pada suatu momen perpisahan dan Horas juga bisa bermakna ungkapan kebahagiaan.

Dengan masing-masing makna tersebut memiliki pelafalan yang berbeda, misalnya Horas yang berarti ucapan seperti “salam”, “selamat pagi”, penekanan dalam penyebutannya terletak pada huruf “o” bunyi vokal huruf “o” ini harus diucapkan lebih tinggi dibandingkan huruf vokal lainnya yakni “a”, jika penekanan dalam penyebutannya pada huruf vokal “a”, maka maknanya akan berbeda lagi yakni Horas mengartikan sebagai sebuah harapan atau permohonan.

Horas bagi Orang Toba istilah Batak Toba muncul karena kebanyakan populasi suku ini mendiami sekitar Danau Toba; juga disebut halak Samosir atau orang Samosir karena leluhur mereka berasal dari pulau Samosir yang terletak di tengah Danau Toba. Zaman kolonial Belanda, suku Toba sering disebut dengan Batak Barat untuk menegaskan keberadaan mereka di sebelah Barat Danau Toba, yang dilawankan dengan masyarakat Simalungun yang mendiami wilayah Timur Danau Toba (Antono & Purnomo, 2003). Suku Batak Toba, sekarang merupakan populasi terbanyak dari suku-suku Batak yang lain (Yakobus Ndona, 2018).

Baca juga: Musik Tradisional dari SIKKA-NTT ‘Gong Waning’

Orang Batak Toba memaknai pencapaian hidup bermuara pada tiga nilai yakni Hamoraon, Hagabeon dan Hasangapon. Hasangapon berarti kemuliaan, kewibawaan dan kehormatan. Nilai pertama ini menjadi dorongan bagi orang Batak untuk gigih memperjuangkan dan meraih kedudukan sosial di masyarakat. Nilai kedua, Hamoraon yang berarti memiliki kekayaan atau memiliki banyak harta. Dan nilai yang ketiga,  Hagabeon nilai tertinggi.

Orang Toba melihat, kehadiran anak, terutama anak laki-laki melebihi segala nilai lain. Kehadiran anak menjamin kelanjutan generasi dan perolehen hak-hak dalam adat. Kehadiran anak memberi kehormatan dan gelar baru kepada orang tua. Mereka memperoleh gelar baru sebagai amang dan inang, ayah dan ibu dari si anak. Hal yang sama terjadi dengan pahopu atau cucu, sang opung (kakek dan nenek) memperoleh gelar baru sebagai opung doli dan opung boru (Yakobus Ndona, 2018).
Tiga nilai besar itulah yang dimaknai Orang Batak Toba dalam kata Horas. Horas berarti pemenuhan ketiga nilai dasar itu, meskipun pencapaian horas membutuhkan nilai pendukung seperti nilai–nilai sosial, religius dan sebagainya.

Sementara ditinjau dari terminologi falsafahnya, Horas memiliki makna yang erat kaitannya dengan motto hidup orang Batak yang senantiasa menjadi pedoman hidupnya. Makna yang pertama yakni Holong masihaholongan yang berarti kasih mengasihi. Makna kedua yakni, On do sada dalan nadumenggan yang memiliki arti inilah jalan yang terbaik. Selain itu, nilai lainnya adalah Rap tu dolok rap tu toruanyang memiliki arti terdekat sebagai seia sekata, Asa taruli pasu-pasu atau supaya kita diberkati, kemudian terminologi yang terakhir yakni Saleleng di hangoluan yang artinya selama kita hidup. Empat terminologi itu menjadi satu kesatuan yang mengandung pesan supaya orang Batak selama hidupnya saling mengasihi, saling menolong dan saling membantu, karena hal tersebut merupakan jalan terbaik.

Maka, tidak heran ada pelabelan tidak tertulis bahwa orang Batak umumnya memiliki watak menolong dan kekeluargaan yang tinggi.

@Sumber berita, https://indonesia.go.id/ragam/budaya/kebudayaan/horas-bukan-hanya-milik-orang-batak

(Redaksi)