
INTINEWS.CO.ID, PROVINSI KEPRI – mendengar kalimat peribahasa “semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin menerpanya”, yang diartikan dengan “semakin tinggi nilai/posisi seseorang maka semakin besar hal yang akan menjatuhkannya”. Apakah ada yang “menjahati” Pak Nurdin ?. Atau, apakah ada peluang mendapatkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) ?.
Bapak Dr. H. Nurdin Basirun, S.Sos., M.Si., yang lahir di Moro, Karimun, Kepulauan Riau, 7 Juli 1957, adalah Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) yang menjabat sejak 25 Mei 2016 hingga 13 Juli 2019. Pak Nurdin pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Kepulauan Riau periode 12 Februari 2016–9 April 2016, yang beberapa waktu lalu terkena dugaan Korup yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korup (KPK).
Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang beberapa pasalnya telah di revisi tersebut akan di sah kan, apakah nantinya UU KPK yang di revisi akan menuai ‘keselamatan’ dari beberapa pihak?.
Salah satu poin yang berubah dalam revisi UU KPK adalah komisi anti rasuah diberikan kewenangan menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) jika penyidikan atau penuntutan tidak selesai dalam dua tahun sesuai Pasal 40.
Ada pihak yang mengkritik tentang kewenangan tersebut, “karena di duga dapat berpotensi membuat ‘kasus-kasus’ yang terbelit orang yang memiliki kekuasaan, pejabat tertentu, dan sebagainya yang ditangani Komisi anti rasuah akan berakhir dengan SP3.”
Terkait SP3, di UU KPK revisi di Pasal 40. Di pasal 40 tersebut sebelum di revisi; “Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi.” Setelah revisi; “(1). Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. (2). Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 1 (satu) minggu terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan. (3). Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi kepada publik. (4). Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicabut oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.”
Jika ditetapkannya (disahkan) UU KPK Revisi tersebut, tidak menutup kemungkinan mereka yang di duga melakukan korup bisa mencari keadilan kembali. Karena adalah Hak Asasi Manusia (HAM) jika orang mendapatkan pembelaan hukum, kurang bukti, dan sebagainya.
Semoga yang terbaik didapatkan dari mereka, jika benar menurut hukum tidak bersalah (kurang bukti) layak di diberikan SP3 sesuai perundang-undangan.
(Redaksi).