Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu yang tujannya untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki yang lagi atau sudah dikerjakan, sehingga akan adanya perbaikan. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kritik adalah; kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya.
“yang membedakan”, kata ini sendiri diturunkan dari bahasa Yunani Kuno κριτής, krités, artinya “orang yang memberikan pendapat beralasan” atau “analisis”, “pertimbangan nilai”, “interpretasi”, atau “pengamatan”.
Sikap kritis biasa kita temui, seperti kritikan dari karyawan/anak buah, teman, saudara, dan rakyat/masyarakat memiliki sikap kritis kepada Pemerintahan di negara yang berlandaskan demokrasi. Bahkan di negara maju ada pekerjaan sebagai Kritikus, bayaran (gaji) besar dan kerjanya hanya memberikan Kritikan
pada umumnya dalam bahasa Inggris di sebut Hate speech. Dalam bahasa Indinesia ada ujaran Konstatatif dan ujaran Performatif. Kebanyakan ucapan kebencian yang diawali dari aksi individu lalu menjadi reaksi sekelompok, dengan berbagai bentuk seperti; provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual, agama, dan lain-lainnya, yang memicu terjadinya tindakan semena-mena, kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku ujaran kebencian atau kelompoknya.
Pada website, di era modern ini ada website digunakan sebagai Hate Speech ini disebut Hate Site. Kebanyakan dari situs ini menggunakan forum internet dan berita untuk mempertegas suatu sudut pandang si ujaran kebencian dengan diimplementasikan sudut pandang buruk dan terburu-buru seakan-akan kebijakan tersebut biar terlihat benar dan berorientasi politis.
- defamation
- libel
- slander
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah;
- fitnah (defamation)
- fitnah lisan (slander)
- fitnah tertulis (libel)
Pemberitaan palsu/Hoaks (Fitnah), merupakan suatu usaha untuk menipu atau mengakali pembaca atau pendengarnya untuk mempercayai sesuatu yang di kabarkan/disampaikan, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu belaka. Di era internet saat ini, suatu Pemberitaan palsu bisa dibuat dengan mengedit atau memformat rekaman audio, video/film dan tulisan.
Hukum itu Ditegakkannya Kebenaran
Indonesia adalah Negara yang memiliki 3 Landasannya, yaitu:
- Landasan Idiil (Pancasila)
- Landasan Konstitusional (Undang-Undang Dasar 1945)
- Landasan Operasional Politik Luar negeri Indonesia (Undang-Undang nomor 37 tahun ’99)
Konstitusi, Perundang-undangan dan Peraturan pelaksanaan lainnya itu bertujuan untuk pembatasan kekuasaan, saebab itu di sebut Negara Hukum, negara yang menjunjung tinggi kehidupan Berdemokrasi.
Negara Hukum yang demokratis itu Pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Negara Republik Indonesia memiliki konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pasal dan Ayat yang terkandung nilai, seperti;
- Kedaulatan ada di tangan rakyat
- Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechsstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machsstaat).
- Pemerintah berdasarkan atas system konstitusi (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Sah mengkritik individu, kelompok/golongan, atau pemerintah kita, karena Indonesia adalah negara berdemokrasi, dan yang tidak boleh/dilarang adalah mengkritik dengan menggunakan kata-kata makian (ucapan kasar) dan informasi hoaks (palsu/bohong). Selalu ingat jangan memaksakan pendapat kepada orang lain jika orang lain berpendapat yang berbeda harus dihargai, karena setiap individu pastilah berbeda pendapatnya.
Sejatinya kritik itu dalam rangka memperbaiki/berpendapat atau perilaku/perbuatan atau kebijakan/keputusan seseorang. Sebaliknya, bukan didasarkan atas kebencian terhadap orangnya. Jika mau beri kritik gunakan pilihan kata yang tidak menyinggung sopan dan bijaksana, tetapi tetap tidak mengurangi ensensi kritiknya.
Dakwaan yang terkait dengan kritik yang berlebihan (kata makian), penghinaan, fitnah, ujaran benci, hoaks dan sebagainya di pidana dengan Hukum yang masih berlaku, seperti;
- KUHP
- UU RI No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
- UU RI No. 40 Tahun 2008, tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
- UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Di KUHP, seperti ;
- Penghinaan terhadap bendera Kebangsaan RI dan lambang Negara RI (Pasal 154a KUHP),
- Penghinaan terhadap golongan penduduk Indonesia tertentu (Pasal 156 & 157 KUHP),
- Penghinaan terhadap agama tertentu yang ada di Indonesia (Pasal 156a KUHP),
- Penghinaan terhadap Petugas Agama yang menjalankan tugasnya dan benda-benda untuk keperluan ibadah (Pasal 177 KUHP),
- Penghinaan terhadap penguasa umum (Pasal 207 KUHP).
- Penistaan (smaad). diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP.
- Penistaan dengan surat/smaadschrift (diatur pada Pasal 310 ayat (2) KUHP).
- Fitnah/laster (Pasal 311 KUHP).
- Penghinaan ringan/eenvoudige belediging (Pasal 315 KUHP).
- Pengaduan untuk memfitnah/lasterlijke aanklacht (Pasal 317 KUHP).
- Tuduhan secara memfitnah/lasterlijke verdachtmaking (Pasal 318 KUHP).
- Penghinaan mengenai orang yang meninggal (Pasal 321 ayat (1) KUHP).
Sejak tanggal 21 April 2008, Hate Speech yang dilakukan di media sosial telah diatur pada Pasal 45 ayat (2) jo.Pasal 28 ayat (2) UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE. Namun Pasal tersebut telah diubah menjadi Pasal 45A ayat (2) UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, yang berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dana atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Pemidanaan atas dugaan tindak pidana ujaran kebencian juga diatur pada Pasal 16 jo.Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan diskriminasi Ras dan Etnis yang mengatur mengenai tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain, dengan ancaman pidana penjara paling 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.
Ujaran kebencian yang dapat menerbitkan keonaran juga diatur dalam Pasal 14 jo. Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14,
- “Barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.”
- “Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.”
Pasal 15,
“Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.”
Surat Edaran (SE) Kepala Kepolisian Negara Nomor SE/6/X/2015 Tahun 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) diterangkan bahwa “ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP yang berbentuk; Penghinaan, Pencemaran nama baik, Penistaan, Perbuataan tidak menyenangkan, Memprovokasi, Menghasut, atau Penyebaran berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan atau konflik sosial.”
Oleh sebab itu, dalam ranah ini kita harus dapat mawas diri; bedakan mana kritik, mana fitnah dan mana ujaran kebencian.
Mengkritik’lah kerena itu bukan suatu tindak pidana, namun kritik yang dilakukan dengan rasa benci, memfitnah, menghina, hoaks dan sebaginya dapat di pidana. Selain itu, atas pelaporan masalah tersebut tidak harus orang atau korban (yang dibenci/difitnah/dihina) melainkan siapapun Warga Indonesia dapat membuat laporan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian, fitnah dan penghinaan tersebut kepada pihak yang berwajib.
Di hadapan Hukum, semua Warga Negara Indonesia (WNI) mempunyai Hak yang sama. Perjuangan menegakkan demokrasi merupakan upaya umat manusia dalam rangka menjamin dan melindungi hak asasinya, karena demokrasi merupakan salah satu yang memberi penghargaan atas Hak Dasar Manusia. Demokrasi bukanlah hanya sebatas Hak Sipil dan Politik saja, namun dalam demokrasi juga terkait erat dengan sejauh mana terjaminnya Hak-Hak Pendidikan, Ekonomi, dan Sosial Budaya dari rakyatnya.
Pendemokrasian dan Hak Asasi Manusia (HAM) akan terwujud dan di jamin oleh negara yang demokratis dan demikian sebaliknya, demokrasi akan terwujud apabila negara mampu menjamin Tegaknya Hukum dalam Kebenaran, dan HAM Rakyatnya.
Setiap Orang yang menjadi Pejabat, Kepala Daerah bahkan yang berpangkat sudah selalu siap jika di Kritik oleh masyarakat, baik itu ucapannya, Kebijakannya atau Tingkah Lakunya di tengah-tengah masyarakat, karena tidak ada hukum yang tertulis bahwa Pejabat, Kepala Daerah atau yang Berpangkat tidak boleh di kritik.
Namun tidak dipungkiri ketika ada masyarakat dilaporkan karena ego sektoral si Pelapor dengan hal yang tidak termaktub di dalam peraturan perundangan yang berlaku, misalnya dari seorang pejabat atau kepala daerah (sebagai Pelapor) karena di kritik ucapan, kebijakan, titel/gelar, bahkan mungkin hewan peliharaannya seperti kucing, burung, anjing, dan lain-lainnya. Yang lucunya jika ada Aparat Penegak Hukum yang seharusnya tempat mendapatkan kebenaran justru bersikap seakan ‘kuasa hukum’ atau ‘hakim’ ikutan mengkonferensi pers. Kalau seandainya ada Pejabat, Kepala Daerah atau Orang Berpangkat bertindak menggunakan berdasarkan kekuasaan belaka (Machsstaat) maka Negara ini sudah menjadi ‘Orang Barbar’, yang akan menciptakan yang dipimpinnya menjadi liar, kasar, kejam, beringas, sewenang-wenang, tidak berprikemanusian, tidak disiplin, dan sebagainya.
Terwujudnya semua ini tergantung Integritas bersinergi ‘NIAT’ bersungguh-sungguh yang menjadi Pemimpin di Negara, Daerah, Institusi atau Lembaga. “Sumpah” menjadi Pemimpin, Pejabat dan Penegak Hukum adalah awal dari mereka memiliki kekuasaan, namun “Sumpah” itu terasa seperti sudah tidak lagi menjadi konsumsi sesuatu yang esensial yang membelenggu “Kekuasaan” si Pemimpin, Pejabat dan Orang berpangkat. Kenapa?, karena sampai saat ini terasa sulit melihat mereka yang melanggar “Sumpah” di Pecat atau di hukum yang seberat-beratnya. Apakah ini disebabkan mereka yang bertugas untuk menangkap dan mengadili orang yang melanggar sumpah jabatan, berpikiran ‘itu’ hanya kamuflase belaka?.
Di era milenial ini sudah kewajaran ketika Rakyat memberikan keritikan kepada sikap Otoriter Pemimpin, Pejabat atau Orang berpangkat. Justru Pemimpin Negara atau Pemimpin tertinggi Institusi/Aparat Hukum meng ‘cross check’ apa sebab Rakyat sampai memberikan kritik ke dunia maya (media sosial)?. Apakah karena laporan rakyat perihal pejabat, institusi atau oknum terkait tidak ditanggapi, di ‘peti es’ kan, ditutupi atau malah rakyat yang melapor justru di laporkan?!.
Demokrasi di Indonesia ini tidak diperjuangkan dengan mudah, sudah banyak pejuang demokrasi berdarah-darah bahkan sampai kehilangan nyawa mereka demi terwujudnya Indonesia menjadi sebuah Negara yang berdemokrasi. Jika ada data fakta jangan takut memberikan kritikan (tidak gunakan kata makian) karena kritikan adalah salah satu wujud negera berdemokrasi.
Diam di tindas atau bangkit Lawan.
Penulis : Ogi. ST (Ogi “Jhenggot”)
Pengalaman keorganisasian:
- Aktifis ’98,
- Forkot (simpul UNSADA)
- Dll.
Pengalaman Pekerjaan:
- Sebagai Project Manager di PT.Synco Sinergy, Proyek ‘Wellhead Platform Jacket (WHP) dan Process Quarters Platform (PQP) – RUBY FIELD DEVELOPMENT PROJECT, PEARL ENERGY PEARLOIL (SEBUKU).
- Sebagai Owner Rep. di NorCE Offshore Constructiin and Engineering Ltd.
- Dll.
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
Terkait
No related posts.